Kuantitas lebih dari Kualitas
1 June 2025Saya lupa pernah dengar di mana, tapi ada satu kalimat yang cukup sering mampir di kepala: selesai lebih baik daripada sempurna. Atau kuantitas lebih penting dari kualitas.
Untuk sekarang, dua prinsip itu jadi pegangan saya, terutama saat mencoba aktif di media sosial.
Sebelumnya, saya sering sekali batal memposting sesuatu. Sudah menulis panjang, mengedit lama, atau memikirkan konsep berhari-hari ujung-ujungnya tidak jadi dipublikasikan. Alasannya klasik, takut terlihat cringe, merasa postingannya jelek, atau overthinking hal-hal kecil yang sebenarnya tidak penting-penting amat.
Akhirnya saya hanya menjadi silent reader. Tidak punya jejak digital, tidak punya personal branding, padahal pekerjaan saya banyak berhubungan dengan dunia online.
Tapi makin ke sini saya sadar, konsep “selesai lebih baik daripada sempurna” itu masuk akal sekali. Karena hasil yang selesai, seberapa sederhananya, masih bisa dilihat, dinilai, dan disempurnakan. Sedangkan hasil yang sempurna, kalau tidak pernah selesai, hanya akan jadi ide di kepala.
Lagi pula, “sempurna” itu standar siapa? Kalau kita terus mengejar sempurna versi orang lain, bisa jadi kita tidak akan pernah memulai apa-apa.
Begitu juga dengan “kuantitas lebih baik dari kualitas.” Bukan berarti asal-asalan, dengan mengejar kuantitas, otomatis akan memperbaiki output yang dihasilkan. Terus membuat dan membuat lagi, kualitas itu akan tumbuh seiring waktu.
Kita perlu membuat lebih banyak karya, dan berulangkali melewati proses kreatif tersebut. Sampai akhirnya hasilnya akan terus meningkat pada karya berikutnya.
Tulisan ini contohnya. Mungkin belum bagus. Mungkin nanti saya baca ulang dan merasa malu sendiri. Tapi tidak apa-apa. Setidaknya saya menyelesaikannya. Dan mudah-mudahan, tulisan berikutnya bisa lebih baik.
Karena kalau menunggu percaya diri dulu, bisa jadi saya tidak akan pernah mulai.